Catatan : Ruslan Ismail Mage
Pasca Pilpres yang berlangsung seru dan cenderung mamanas, tampil sosok yang paling menarik diikuti narasi dan pergerakannya. Narasi dan diksi yang digunakan begitu cerdas dan menyejukkan. Ketika diserang personal dengan narasi dan gambar yang melecehkan dan menghinanya, ia tidak menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk membalas. Ia hanya tersenyum sambil berkata "hinaan orang terhadapku tidak ada apa-apanya dibandingkan hinaan yang diterima Rasulullah". Subhanallah.
Sepanjang memoriku sebagai penulis buku-buku politik dan motivasi, belum pernah mendengar atau membaca ada seorang pemimpin pasca reformasi hanya "diam dan tersenyum" kalau dilecehkan atau dihinakan. Karenanya tidak mengherankan rakyat Jakarta khususnya, Indonesia umumnya semakin simpatik dan menaruh harapan dengannya. Itulah sang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (netizen sering menyebutnya gubernur Indonesia, atau gubernur rasa presiden).
Konsistensi sikapnya sebagai pejuang demokrasi dibuktikannya, ketika semasa mahasiswa tahun 1994 terjun langsung berdemo menyuarakan kebebasan pers membela Majalah Tempo, Editor, dan tabloid Detik yang dibredel karena mengkritik penguasa Orde Baru. Tahun 2019 sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dikritik tajam Majalah Tempo yang pernah dibelanya 25 tahun lalu dengan memuat cover wajahnya tenggelam dalam lem Aibon. Lagi-lagi hanya tersenyum sambil berkata "terimakasih Majalah Tempo telah menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi". Karena susungguhnya tugas utama pers itu harus menjadi pengawas jalannya pemerintahan yang bersih. Inilah konsistensi seorang pemimpin sejati yang menghargai nilai-nilai demokrasi tanpa sekat.
Saya jadi teringat lima bulan lalu ketika menghadiri acara Syukuran 84 tahun Taufik Ismail Berkarya di Balai Pustaka Jakarta 28 Juni 2019, yang dihadiri Anies Baswedan. Sejak turun dari mobil sampai memasuki ruangan tidak pernah jenuh melemparkan senyum familiarnya kepada penggemar Taufik Ismail yang memadati ruangan. Dalam sambutannya, narasi dan diksi yang dipakai begitu memuliakan para tokoh-tokoh bangsa yang telah berjuang dan berkarya untuk peradaban bangsa. Bagi sang gubetnur, tokoh-tokoh bangsa adalah sumber inspirasi dalam memimpin.
Sebagai penulis buku "Generasi Emas Minangkabau" yang memuat Taufik Ismail didalamnya, saya bersama kolega penulis dan Founder Citra Harta Prima Jakarta Yos Magek Bapayuag memanfaatkan momen menyerahkan buku dan berbincang lima menit dengan bapak Anies Baswedan, yang benar-benar menjadikan rakyat sebagai satu-satunya majikan yang wajib dilayani. Walaupun hanya lima menit berbincang karena sang gubernur harus berkunjung menemui dan mendengarkan keluhan rakyatnya, namun sangat berkesan karena mengapresiasi lahirnya buku Generasi Emas Minangkabau.
Perbincangan lima menit itu mengingatkanku kepada pernyataan Bung Hatta yang mengatakan "setiap jaman akan menemukan pemimpinnya". Sekatika batinku berbisik lembut, "apakah jaman milenial ini sudah menemukan pemimpin muda masa depan bangsa (Anies Baswedan)? Biarlah waktu yang akan menjawabnya. Namun nampaknya arah menuju kesana sudah mulai terkuak. Semoga.
#Penulis adalah Founder Sipil Institut Jakarta.
Baca Juga
0 Komentar