Pasaman Barat - Kawasan Sumbar. Com Perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat Sumatra Barat dinilai setengah hati dalam membangunan kebun plasma. Padahal kebun kemitraan itu wajib dibangun oleh pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Atas dasar itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) membentuk panitia khusus (pansus) yang dipimpin politisi PKB
Pansus plasma sawit ini sudah beberapa kali menggelar rapat dengan pihak-pihak terkait sejak akhir mei 2021. Paling anyar wakil rakyat menggelar rapat khusus dengan tim pemerintah daerah. Yang dihadiri Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM serta Bagian Ekonomi dan Bagian Hukum. Termasuk Dinas Perumahan
Kemudian tim pansus DPRD H. Nazwar. SH sebagai ketua Pansus serta anggota Wakil Ketua DPRD dua H. Daliyus. K. S. Si. MM dan Wakil Ketua Komisi I Ali Nasir. SH dan Agota lainnya
Agenda rapat di rencanakan ini adalah mendengarkan laporan pemerintah mengenai data-data plasma, perizinan hingga koperasi sawit. Kemudian pemerintah dan DPRD juga menyamakan presepsi soal dasar hukum atau rujukan aturan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah yang mengatur soal hak dan kewajiban dalam pembangunan plasma oleh perusahaan sawit.
“Tujuan kita ini mencari tahu apa yang menjadi kewajiban mereka yang harus mereka laksanakan. Ada atau tidak. Kalau ada plasma kita ingin tahu di mana, terus sistem pembagiannya seperti apa. Kalau tidak ada bagaimana solusinya,” ujar Ali Nasir. SH Sabtu (28/8/2021).
Menurutnya berdasarkan informasi yang didapat wakil rakyat, mayoritas perusahaan kelapa sawit tak patuh dengan kewajiban membangun plasma 20%. Padahal dari semua regulasi yang ada, tidak ada yang membebaskan pengusaha sawit dari kewajiban membangun plasma.
Ironinya menurut Ali Nasir. SH pengusaha sawit selalu berkelit dengan argumentasinya sendiri demi menghindari kewajiban membangun plasma.
“Berkaitan regulasi ini pemahaman mereka bahwa ada multitafsir tetapi sesungguhnya tidak ada multitafsir. Karena pandangan kami di DPR bahwa apapun bentuk peraturan undang-undang yang ada itu tetap 20%,” ujarnya.
Dia mengaku meski aturan kerap berubah-ubah namun soal kewajiban plasma 20% tidak pernah dihilangkan. Regulasi yang mengatur soal kewajiban itu seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 tahun 2007, Permentan Nomor 98 tahun 2013, Permentan Nomor 29 tahun 2016 serta Permentan Nomor 21 tahun 2017. Terakhir dilengkapi lagi dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.
“Di Undang-Undang Cipta Kerja ini juga ada turunanannya yaitu PP Nomor 6 tahun 2021, Bab 2 sub sektor perkebunan dari pasal 2 dan seterusnya di situ kan sangat jelas. Kalau kita menarik ke belakang di Permentan nomor 98 tahun 2013, Permen ATR Nomor 7 tahun 2017, Permen LHK Nomor 28 tahun 2014 bahasanya kurang lebih menyatakan bahwa fasilitas pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari Hak Guna Usaha (HGU).
Terus Permen LHK meminta kewajiban 20% berasal dari luas areal yang dilepas dari kewajiban hutan. Kita lihat lagi di Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 26 tahun 2021 artinya 20% ini tetap ada. Didalam maupun diluar HGU wajib ada. Malah kalau tidak terlaksana pasti ada sanksi denda, dan kalau tetap tidak dilaksanakan sampai ke pencabutan perizinan,” jelas Ali Nasir. SH
Politisi Partai PKB dari daerah pemilihan dua ini mengaku sudah mendapat restu dari Bupati Pasaman Barat H. Hamsuardi untuk membentuk pansus plasma sawit.
“Beliau sangat berterima kasih dan mendukung bahkan meminta pimpinan OPD terkait jangan sampai tidak hadir rapat pansus,” ujarnya.
Sementara anggota pansus Ali Nasir. SH menilai dari sisi aturan sudah sangat jelas. Sehingga dalam rapat pansus kedepan yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana perusahaan melaksanakan kewajiban membangun plasma.
“Yang perlu kita samakan presepsi terkait luasan lahan yang dinyatakan lahan plasma itu dasarnya apakah dari HGU atau IUP. Kemudian kita minta dinas pertanian siapkan data perusahaan yang punya kebun plasma yang sukses itu perusahaan mana saja. Yang belum punya plasma dimana saja. Karena kita dengar sekarang ini ada yang baru mau memulai,” katanya.
Politisi PKB yang berlatar belakang dokter itu mengaku ada perusahaan yang baru mulai membangun plasma setelah mendengar DPRD membentuk pansus plasma sawit. Hanya saja DPRD tidak ingin kebun yang dibangun terburu-buru itu justru menimbulkan masalah baru.
“Sepengetahuan kita ada juga perusahaan yang mungkin lahannya sudah tidak ada di situ lalu dia coba mencari di tempat lain untuk kebun plasma. Kalau demikian saya kira ini akan mendapat suatu kesulitan. Karena kalau pindah dari lokasi yang ada itu barangkali akan bertabrakan dengan kepentingan yang lain. Apalagi itu masuk ke kampung lain mungkin dia hanya ingin nutup plasma tadi,” ujar Ali Nasir. SH
Sementara untuk perusahaan yang sudah memiliki kebun plasma tidak lantas bebas dari masalah. Sebab wakil rakyat mendengar banyak koperasi plasma hanya mendapat bayaran Rp 50.000 per hektar tiap bulan.
“Saat ini laporan dari masyarakat bahwa mereka hanya menerima kurang lebih Rp50.000 ada yang Rp100.000 perbula terkait plasma. Maka inilah kita mau gali apa sih persoalannya di situ,” ungkapnya.
Ali Nasir.SH berharap pansus menghasilkan rekomendasi yang jelas. Sebab masyarakat Pasaman Barat kini menaruh harapan di pundak wakil rakyat untuk mencari solusi investasi sawit yang kerap disorot warga.
“Saya harap menampakan kerjanya. Soal aturan kita bisa samakan presepsinya bahwa kita pegang saja yang paling tinggi di antara semua aturan. Yaitu undang-undang,” jelas Ali Nasir. SH
“Kami berpikir yang positif aja, artinya bahwa kita ini tidak ada niat mau menghukum perusahaan perkebunan. Ketika jalan buntu kebun plasma tidak bisa direalisasikan, adakah celah lain yang sekiranya memberikan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat Pasaman Barat ini,” tandas
Sementara wakil rakyat yang cukup getol bicara plasma adalah Ali Nasir. SH Pasalnya ia pernah memagang jabatan strategis di perusahaan sawit sehingga ia tahu persis seluk beluk perusahaan mengakali regulasi dan tanggungjawabnya.
“Karena kita bicara di kebun plasma saya melihat, saya saksi dan saya pelaku. Saya melihat sampai sejauh ini hanya suatu upaya untuk memenuhi syarat-syarat hukum agar aspek legal bisnis pengusaha itu bisa jalan,” beber
Menurutnya salah satu syarat untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan adalah adanya kebun kemitraan. Mulai dari calon lahan, calon petani dan koperasi plasma. Kemudian di dalam izin lokasi harus tertera di mana peta plasma dalam HGU. Namun faktanya kebun plasma maupun koperasi hanya diatas kertas demi mendapat izin.
“Tanpa memuatkan itu maka semua proses perizinan tidak bisa jalan, tidak bisa,” tegas Ali Nasir
Dia sependapat dengan ketua dan anggota pansus lain jika tujuan utama pembentukan pansus plasma bukan mendiskreditkan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Namun sebagai tanggungawab moral wakil rakyat kepada daerah maka DPRD tidak mau tinggal diam melihat kesengsaraan masyarakat.
#Rajo Alam
0 Komentar